Jumat, 28 Januari 2011

Teori Dalam Penelitian Kualitatif (Part II)

Dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang harus dimiliki peneliti kualitatif jauh lebih banyak di bandingkan penelitian kuantitatif karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang dilapangan. Peneliti kualitatif akan lebih profesional kalau menguasai semua teori sehingga wawasannya lebih luas, dan dapat menjadi instrumen penelitian yang baik. Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam. Walaupun peneliti kualitatif dituntut untuk menguasai teori yang luas dan mendalam, namun dalam melaksanakan penelitian, peneliti kualitatif harus mampu melepaskan teori yang dimiliki tersebut dan tidak digunakan sebagai panduan dalam menyusun instrument dan sebagai panduan dalam menyusun panduan untuk wawancara, dan observasi.

Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Peneliti kualitatif harus bersifat “perspektif emic” artinya memperoleh data bukan “sebagai seharusnya”, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi dilapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh partisipan/sumber data.

Oleh karena itu penelitian kualitatif jauh lebih sulit dari penelitian kuantitatif, karena peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi “human instrument” yang baik. Penelitian kualitatif jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan penelitian kuantitatif karena data yang terkumpul bersifat subyektif dan instrument sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri.

Untuk dapat menjadi instrument penelitian yang baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun wawasan yang berkaitan dengan konteks sosial yang diteliti yang berupa nilai, budaya, keyakinan, hukum, adat-istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut. Bila peneliti tidak memiliki wawasan yang luas, maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan pada sumber data, sulit memahami apa yang terjadi, tidak akan mampu memahami analisis secara induktif terhadap data yang diperoleh, padahal pendekatan induktif memberikan panekanan pada pemahaman yang kompresif atau “holistik" mengenai situasi sosial yang ditelaah. Artinya, kehidupan sosial dipandang sebagai pelibatan serangkaian peristiwa yang saling berpautan, yang perlu untuk digambarkan secara lengkap oleh peneliti kualitatif.

Peneliti kualitatif dituntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan teori yang dituliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukkan seberapa jauh peneliti memiliki teori dan memahami permasalahan yang diteliti walaupun permasalahan tersebut masih bersifat sementara. Oleh karena itu landasan teori yang dikemukakan bukan merupakan harga mati, tetapi bersifat sementara. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk melakukan “grounded research”, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh dilapangan.

Setiap penelitian bermaksud untuk menemukan atau mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan itu adakalanya berupa teori, yang merupakan penjelasan terhadap gejala-gejala, dan adakalanya berupa knowledge yang merupakan konsep-konsep atau pola-pola regulasi yang terdapat di alam ini. Selain itu, penelitian juga bermaksud untuk menemukan pengetahuan yang berupa strategi-strategi untuk pemecahan suatu masalah. Pada dasarnya penelitian kualitatif dapat digunakan untuk ketiga maksud tersebut.

Untuk menggali ragam pengetahuan yang disebut di atas, penelitian kualitatif mempunyai caranya sendiri, yang berbeda dari penelitian kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif bertolak dari suatu teori dan kemudian bermaksud untuk mengujinya, maka dalam penelitian kualitatif tidak demikian halnya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertolak dari ketidaktahuan, artinya peneliti belum memiliki pengetahuan tentang obyek yang diteliti, termasuk jenis data dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan. Karena itu, penelitian kualitatif tidak menggunakan teori yang sudah ada sebagai dasar pengembangan teoritiknya.

Ada dua bentuk perangkat yang digunakan dalam merancang kerangka konseptual sebagai panduan kerja dalam penelitian kualitatif. Kedua perangkat dimaksud adalah “paradigma alamiah” (naturalistic paradigm) dan pola pengembangan pengetahuan dalam “bidang ilmu” yang diteliti. Pada dasarnya kedua perangkat ini bersifat saling melengkapi, di mana paradigma alamiah mengarahkan kegiatan penelitian, dari mana dimulai dan ke mana arahnya, serta bagaimana cara atau proses kerjanya, sedangkan bidang ilmu mempertegas obyek material atau substansi yang layak diteliti. Pandangan mendasar yang menjadi asumsi paradigma alamiah adalah bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada pola-pola interaksi atau perilaku tertentu yang terjadi secara ajeg. Jika peneliti dapat mendeteksi dan menemukan pola-pola itu, maka ia dapat menyusunnya menjadi suatu teori. Inilah yang dimaksudkan dalam grounded theory bahwa penelitian kualitatif merupakan satu upaya untuk membangun teori dari dasar. Jadi, teori itu sesungguhnya ditemukan dari masyarakat melalui penelitian yang sistematis. Oleh karena itu, penelitian kualitatif sama sekali tidak bermaksud untuk menguji teori, dan bahkan tidak bertolak dari variabel-variabel yang direduksi dari suatu teori. Sungguh tidak relevan jika penelitian kualitatif dimulai dengan teori atau konsep/variabel yang digunakan teori sebelumnya, karena akan menghambat pengembangan rumusan teori baru.

Sejalan dengan asumsi di atas, peneliti kualitatif tidak membawa konsep-konsep yang diperoleh dari teori (yang sudah ada) ke lapangan, melainkan berusaha memahami dan memaknai fenomena sesuai dengan pemahaman dan pemaknaan yang diberikan oleh subyek yang diteliti. Ini sangat prinsip dalam penelitian kualitatif. Strategi ini disebut dengan pendekatan emik, yaitu suatu prinsip pemaknaan fenomena berdasarkan pemahaman "orang dalam", dengan menggunakan ukuran-ukuran yang ditemukan di lapangan. Dasar pijakan penelitian ini ialah adanya interaksi simbolik dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan cara mencari makna semantis universal dari gejala yang sedang diteliti. Bertolak dari prinsip paradigma alamiah, proses data kualitatif selalu menggunakan metode berpikir induktif. Prinsip pokok teknik analisa ini ialah mengolah dan menganalisa data menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. Tujuan akhir penelitian kualitatif ialah menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan atau pembangunan suatu teori baru. Perangkat yang kedua adalah pola pengembangan ilmu sosial, yang pada mulanya metode-metode kualitatif muncul dari penelitian-penelitian antropologi, etnologi, serta aliran fenomenologi dan aliran idealisme. Karena metode-metode ini bersifat umum dan terbuka maka ilmu sosial lainnya mengadopsi sebagai sarana penelitiannya.

Ada dua istilah yang sering dipakai dalam penelitian, kerangka teoritis dan kerangka konseptual. Istilah kerangka teoritis banyak dipakai dalam penelitian kuantitatif, tidak pada penelitian kualitatif, sedangkan istilah kerangka konseptual lebih tepat digunakan pada penelitian kualitatif. Dasar pertimbangannya adalah, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan deduksi logis dari suatu teori untuk perumusan hipotesis, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada upaya pembentukan konsep-konsep dari data lapangan menuju pemahaman terhadap fenomena atau terbentuknya suatu teori.

Pada hakikatnya, kerangka konseptual adalah suatu rancangan yang dapat menegaskan tentang dimensi-dimensi kajian utama penelitian serta mengungkap tentang perkiraan hubungan-hubungan antara dimensi-dimensi tersebut. Atas dasar itu, kerangka konseptual merupakan panduan bagi peneliti dalam proses penelitiannya, baik memutuskan karakeristik data yang harus dikumpulkan, strategi dalam melakukan kategorisasi, maupun dalam penemuan relasi antara kategori.

Kapan waktu yang paling tepat melakukan perancangan kerangka konseptual dalam penelitian kualitatif? Ini menjadi diskusi yang tidak berujung di kalangan ahli kualitatif. Jika dilakukan dari awal, mungkin sekali membuat ketidakbebasan bagi peneliti untuk menemukan fenomena yang asli, karena pikirannya telah terfokus untuk memperhatikan hanya pada fokus khusus. Hal ini merupakan pengebirian karakter penelitian kualitatif. Tetapi jika kerangka konseptual dirancang belakangan, dapat mengakibatkan pengumpulan data serampangan dan bisa jadi menghadirkan data yang melimpah-ruah.

Diskusi yang tidak pernah selesai ini menjadi faktor munculnya berbagai pola perancangan kerangka konseptual di kalangan peneliti kualitatif. Ahli antropologi dan fenomenologi berpendapat, realitas sosial itu cukup kompleks, karena itu peta-peta konseptual yang konvensional akan menjadi kendala. Sebab, latar, fenomena-fenomena, dan pelaku-pelaku yang paling bermakna tidak akan dapat diramalkan sebelum penelitian lapangan. Jadi, kerangka konseptual seharusnya muncul secara empiris di lapangan sewaktu penelitian berjalan.

Tidak semua penelitian harus menghasilkan teori. Sebagian dari hasil penelitian itu tidak dimungkinkan untuk dilajutkan ke perumusan teori, dan karena itu harus dihentikan sampai pada penemuan formulasi-formulasi konseptual dan tema-tema budaya. Penelitian yang sampai pada penemuan tema-tema seperti itu juga cukup penting, sebab tema-tema yang memuat keterangan deskriptif itu dapat disusun secara sistematis ke dalam bentuk konsepsi -konsepsi dekriptif yang kaya dengan definisi, informasi, dan atau abstraksi dari gejala-gejala sosial. Atas dasar itu, seorang peneliti kualiatif tidak mesti memaksakan diri untuk menemukan “teori” dari kancah, bahkan ia dapat saja merancang sebuah penelitian yang hanya sampai pada penemuan tema-tema untuk disusun ke dalam pengetahuan deskriptif yang bersifat informatif.

Akhirnya, Perumusan teori dimulai dengan mereduksi jumlah kategori-kategori sekaligus memperbaiki rumusan dan integrasinya. Modifikasi rumusan semakin minimal, sekaligus isi data dapat terus semakin diperbanyak. Atribut terori yang tersusun dari hasil penafsiran/pemaknaan dilengkapi terus dengan data baru, dirumuskan kembali dalam arti diperluas cakupannya sekaligus dipersempit kategorinya. Jika hal itu sudah tercapai dan peneliti telah merasa yakin akan hasilnya, pada saat itu peneliti sudah dapat mempublikasikan hasil penelitiannya.


Daftar Bacaan :
Gempur Santoso, Fundamental Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Cetakan pertama: Juli 2005, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005.

Purwoko, Bambang, Penelitian Kualitatif, Bahan Kuliah S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Universitas Gajah Mada, 2008.

Siregar, Parluhutan. Teori dan Kerangka Konseptual, http://google.or.id//teori dalam penelitian kualitatif.htm. di akses September 2008

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2006
Widoyoko, EP, Analisis Kualitatif Dalam Penelitian Sosial, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo, 2007.

Sedyaningsih, Endang R, Pengenalan Studi Kualitatif, Puslitbang Pemberantasan Penyakit, 2008.

Tidak ada komentar: