Rabu, 08 Februari 2012

Kampanye di Angkot

Banyak pengalaman unik sebenarnya yang terjadi di dalam angkot (baca; pete-pete)., full music,  boneka, TV, adalah pemandangan biasa di sini., coba perhatikan angkot di kota kita ini tidak ada sepertinya yang tidak full music., penumpang jadi hafal lagu bukan karena suka sama musik atau nyanyian tapi karena setiap hari telinga akrab dengan syair lagu itu. Pernah bertanya ke supir angkot atau pemilik angkot kenapa angkot di sini (Kendari) full music?! Jawabannya mungkin seragam: “tidak ada yang mau naik pete-pete klo tidak ada musiknya!!” jika sudah begini asumsi sy angkot punya peran ganda, pertama sebagai sarana transportasi, kedua sebagai sarana hiburan.



Sebenarnya ada yang menggelitik hingga melahirkan tulisan ini, bukan tentang angkot dan musiknya tapi karena syair-syair lagu yang saya sadari bait per baitnya justru saat berada di angkot.. sudah beberapa kali saya naik angkot dan mendengarkan syair nyanyian yang diperdengarkan sungguh ibarat mendengarkan kampenye pergaulan bebas melalui syair lagu yang dibungkus dengan alunan musik ‘asyik’ hingga membawa pendengar (pelajar dan mahasiswa sebagai pengguna angkot terbesar) terhipnotis menikmati lagu-lagu tersebut. Jika begini masihkah disebut hiburan?!



ku hamil duluan sudah tiga bulan

gara gara pacaran

tidurnya berduaan

ku hamil duluan sudah tiga bulan

gara gara pacaran

suka gelap gelapan

(Tuti Wibowo-Hamil 3 Bulan)



Saat pertama kali mendengarkannya lagu ini, di dalam angkot saya bersama sekelompok anak  perempuan berseragam putih abu-abu,. Salah seorang dari mereka nyeletuk kepada temannya: “iihhh., saya suka sekali kasian sama ini lagu.,” dia berkata sambil menggoyang-goyangkan kepala mengikuti alunan musik., ketika mata kami tanpa sengaja bertemu, tanpa sadar kening saya berkerut., eh  ditanggapi dengan anak tadi “kenapa kah?! Lagu bagus memang hae ini., lagi trend to skrg?!”., Luar biasa.. gadis berkerudung putih itu seakan sadar bahwa berkerutnya keningku adalah wujud  protes terhadap perkataannya. Apa yang terbayang jika cerita “hamil duluan” ini menjadi konsumsi dan diiklankan kepada mereka sehari-hari ..ibarat strategi pemasaran ujung akhirnya tentu mengarah pada adopsi perilaku bukan?!., sungguh fenomena yang memprihatinkan jika istilah “hamil duluan” sudah akrab dengan mereka sejak usia dini.,



ingin ku ulangi dosa yang terindah

yang pernah kita lakukan

kau tikam aku dengan cintamu

dan rasanya manis sekali

rasanya manis sekali

(Winner – Kesaktianmu)



Cinta satu malam

Oh indahnya

Cinta satu malam

Buatku melayang

(Melinda- Cinta Satu Malam)



Lagu ini tidak kalah parah., ketika mendengarkannya di angkot saya bersama seorang sahabat ingin ke toko buku,.,”fir.,coba perhatikan syair lagu ‘dosa terindah’ ini .,” kataku pada temanku, Saya dan dia terdiam dan saling berpandangan. “ iya ya., katanya2 begitu vulgar., “ temanku menimpali. walaupun saya bukan pengamat seni, saya sungguh tidak mengerti jika lagu dan syair seperti ini dianggap bernilai seni?! akhirnya disepanjang perjalanan tersebut kami hanya membahas tentang lagu ini.,. Jika dosa terindah (baca; perzinahan) sudah di anggap biasa bahkan dipasarkan atas nama hiburan kepada remaja, maka mungkin ini berkorelasi positif dengan semakin tingginya penyebaran HIV AIDS. Indonesia bahkan berhasil memecah rekor yang tercepat di Asean  (http://www.jpnn.com/read/2011/11/21/108636/Penyebaran-HIV-AIDS-di-Indonesia-Tercepat-di-Asia-Tenggara-). Bukankah sangat ironis jika disatu sisi kita berharap bisa melakukan pencegahan penularan HIV AIDS dikalangan usia muda (KEMENKES; penyebaran HIV AIDS 70 % ada pada usia muda produktif), tapi di sisi lain, hamil duluan, dosa terindah (perzinahan), dan cinta satu malam (pelacuran) dipromosikan secara terang-terangan pada kelompok rentan seperti remaja, padahal sarana-sarana inilah yang berkontribusi paling besar terhadap penyebaran HIV AIDS.. maka apakah lagu dan syair seperti ini masihkah di anggap sebagai seni dan hiburan?! #prihatin!