Selasa, 18 Januari 2011

Kajian Budaya Terhadap Pola Makan

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan adalah penting untuk memahami dampak kesehatan bagi bayi dan ibu sendiri.
Faktor sosial budaya memegang peranan penting dalam memahami sikap dan perilaku dalam menanggapi kehamilan, kelahiran, serta perawatan bayi dan ibunya. Pandangan budaya tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu sekalipun petugas kesehatan menemukan bentuk perilaku atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan bagi kesehatan, seringkali tidak mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya (Pasaribu, 2005).
Masyarakat dimanapun di dunia ini mempunyai kategori tentang makanan yang didefinisikan secara budaya. Pada berbagai kebudayaan, kondisi hamil dianggap sebagai suatu kondisi khusus, yang bisa mendatangkan bahaya bagi diri ibu hamil atau bagi bayi dalam kandungan. Bahaya bisa dianggap datang dari berbagai lingkungan maupun dari berbagai situasi. Hal inilah yang mendorong timbulnya kepercayaan untuk memantau jenis-jenis makanan yang membahayakan kondisi ibu dan janinnya.
Permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil untuk kesehatan ibu dan janin. Faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan seringkali membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak (Linda, 2004).
Pantangan atau taboo ialah suatu larangan untuk mengkonsumsi makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Orang menganut sesuatu pantangan biasanya percaya bahwa bila pantangan itu dilanggar akan memberikan akibat kerugian yang dianggap sebagai suatu hukuman. Pada kenyataan hukuman ini tidak selalu terjadi bahkan seringkali tidak terjadi sama sekali. Pantangan atau taboo yang tidak berdasar agama/kepercayaan dapat kita hadapi menurut kategori:
a. Taboo yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau bisa dapat menghapusnya.
b. Taboo yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan untuk memperkuat dan melestarikannya.
c. Taboo yang jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan, diusahakan untuk memperkuatnya dan melestarikannya (Nurlinda, 2004)
Alasan-alasan dari perilaku memantang makanan bermacam-macam, ada yang didasarkan atas alasan agama, berdasarkan makna yang diberikan pada makanan itu, karena sifat keramatnya, ataupun alasan kesehatan dan keindahan tubuh sesuai konsep budaya masyarakat yang bersangkutan (Swasono, 1998 dalam Umar, 2009).
Penelitian yang dilakukan di Kalutara Srilanka yang menunjukkan bahwa mayoritas wanita hamil percaya bahwa konsumsi makanan tertentu selama kehamilan mungkin menyebabkan penyakit tertentu, Ballaga dan Kelawalla (sejenis ikan), daging sapi, nenas harus dihindari selama kehamilan sebab bersifat panas dan memanaskan badan hingga dapat menyebabkan keguguran (De Silva, 1996). Padahal berdasarkan fakta cukup seringnya masyarakat mengkonsumsi makanan sumber hewani yang kaya zat besi seperti daging dan ikan, dan jauh dari praktek kepercayaan akan makanan taboo bagi ibu hamil, sangat membantu suksesnya program penanggulangan anemia pada ibu hamil (Indriasari, 2005).
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan pendarahan yang banyak. Sementara itu disalah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makanannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah melahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantang makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena akan menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan (Wilko, 2009).
Seorang ibu yang sedang hamil seharusnya terpenuhi kecukupan gizinya untuk kepentingan dirinya sendiri dan janin yang sedang dikandungnya sehingga pantangan atau larangan dalam proses kehamilan sangat mempengaruhi kecukupan zat gizi pada ibu hamil.
Penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2003), menunjukkan selama masa kehamilan, wanita di Bogor Jabar jarang memeriksakan diri ke Puskesmas dengan alasan tidak ada keluhan, sangat erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat bahwa kehamilan adalah proses alamiah yang tidak perlu dirisaukan. Hasil Penelitian lain yang dilakukan oleh Hadju (2008) di 2 Kecamatan di Kabupaten Maros Sulsel menunjukkan bahwa pendidikan ibu, faktor kultural, serta dukungan masyarakat yang rendah merupakan faktor yang mempengaruhi kunjungan ibu ke petugas kesehatan.
Penelitian yang dilakukan di Thailand (Nigenda, 2004) menunjukkan bahwa terdapat larangan konsumsi makanan tertentu seperti telur karena ketakutan akan bayi yang akan dilahirkan berbau amis (bad smell). Penelitian lain yang dilakukan oleh Alwi dan Ratih (2004) di Papua menyatakan bahwa terdapat pantangan makanan (dietary taboos) pada wanita hamil seperti ikan menyebabkan Air susu Ibu amis dan beberapa jenis buah, nenas ketimun pisang yang dianggap dapat menurunkan libido wanita. Penelitian di Kab Gowa Sulsel menunjukkan sejumlah makanan yang dipantangi selama kehamilan memiliki makna tertentu. Nangka, durian, tape, diketahui berhawa panas sehingga apabila dikonsumsi dikhawatirkan akan menggugurkan janin, begitu juga dengan larangan mengkonsumsi cumi-cumi karena diyakini menyebabkan anak lahir akan kembar gurita dan kulitnya akan berwarna hitam sesuai cairan berwarna hitam yang dimiliki cumi-cumi (Nurlinda, 2004).
Selain makanan yang dipantang, terdapat pula makanan yang dianjurkan bagi ibu hamil, di Maluku Tengah kelapa muda boleh dimakan bahkan dianjurkan karena airnya dianggap baik untuk diminum agar kalau lahir nanti, bayinya menjadi bersih. Harus makan sayur-sayuran dalam porsi yang cukup banyak (Swasono dan Soselisa, 1998). Di Kepulauan Sangihe dan Talaud, Sulawesi Utara makanan yang dianjurkan adalah sayuran-sayuran tertentu, terutama daun-daunan yang berlendir dengan alasan akan dapat memperlancar kelahiran. Hal ini diasosiasikan dengan sifat licin dari lendir tersebut sehingga melicinkan proses kelahiran (Swasono dan Ulaen, 1998).
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Majene Sulsel menunjukkan bahwa makanan yang dianjurkan dimakan oleh ibu hamil hanya berasal dari golongan nabati dan hasil olahannya. Sayuran hijau daun dengan alasan kualitas anak akan baik dan kuat sejak dalam kandungan sampai lahir, minyak kelapa karena sifatnya yang licin memudahkan jalan lahir, juga air kelapa muda karena nampak bersih dan bening, diasosiasikan dengan anak akan cantik dan akan mempunyai kulit yang bersih setelah lahir (Irwan, 2003).
Berpantangan makanan akan menghambat intake bahan makanan kaya gizi pada ibu hamil. Hal inilah yang dapat menimbulkan risiko berkembangnya masalah gizi pada periode dimana ibu hamil membutuhkan zat gizi tinggi. Studi yang dilakukan Irwan dalam Sani (2008) menemukan bahwa ibu hamil yang berpantang makanan yang digolongkan hewani memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap tingginya kejadian anemia pada ibu hamil.

Tidak ada komentar: