Kamis, 10 Januari 2013

Saat Ujian benar-benar Ujian

Musim ujian telah tiba, sekelompok mahasiswa tampak berkumpul di depan sebuah ruangan. Beberapa dari mereka duduk berjongkok sambil membuka buku ajar juga catatan perkuliahan. Sebagian lagi ada yang sibuk berdiskusi materi ujian hari ini, ada juga yang memilih menyendiri di sudut ruangan dengan mengulang kembali hafalan yang telah dipelajarinya semalam. Dua mahasiswa nampak bersiap-siap memasuki ruangan ujian, wajah mereka terlihat tegang mungkin karena metode ujian hari ini ujian lisan, berhadap-hadapan langsung dengan dosen menjawab pertanyaan dengan tenggang waktu yang singkat membuat mereka menyadari bahwa ‘belajar serius’ adalah satu-satunya cara untuk lulus ujian kali ini. Bukankah konyol jika ujian lisan tanpa persiapan karena peluang kecurangan, kerjasama, atau buka buku sangat kecil untuk dilakukan.

Dua mahasiswa tampak bercakap sambil berbisik sesaat sebelum memasuki ruangan:

(A) : Saya kurang persiapan ujian hari ini, semalam saya tidak bisa belajar. Bantu saya yah teman di ujian sebentar.

(B) : Ok, tenang saja.

Masa ujian tiba, berdua mereka duduk berhadapan dengan dosen siap menerima pertanyaan. Ujian ini dibagi tiga sesi, setiap sesi memiliki bobot pertanyaan yang berbeda sesuai dengan tingkat kesulitan soal, sambil mendengar penjelasan sang dosen, si A melirik B yang nampak duduk tenang sambil tersenyum menganggukan kepala saat dosen di depannya menjelaskan aturan ujian, berbeda dengannya yang nampak gelisah dan menundukkan kepala, kerigat dingin mulai mengalir membasahi tubuhnya padahal cuaca hari itu mendung tak bermentari. Aduh seperti inilah rasanya jika ke ‘medan peperangan tanpa senjata’, kesiapannya untuk ujian sangat minim tapi kan si B telah berjanji akan membantunya, janji B inilah yang membuatnya merasa punya harapan untuk lolos ujian ini.

Pertanyaan pertama diberikan, si B nampak lancar dan penuh keyakinan menjawab pertanyaan dosen, jantungnya makin berdegup keras, baju yang digunakannya makin terasa tak nyaman karena panas yang tak ada hubungannya dengan cuaca. Saat gilirannya tiba, sesuai dugaan sedikitpun tak ada yang diketahuinya, hilang blank semua gelap…

Pertanyaan pertama untuk si A nampaknya ia sudah mulai kesulitan, materi yang ditanyakan ini sungguh tidak dikuasainya, sekilas dia melirik B, mengkode dengan mata dan colekan di pinggang, akhirnya B berbisik perlahan memberinya bantuan. Sayang sekali dosen mereka merekam semua adegan ini, dengan tegas ia berkata: “ Silahkan keluar, ujian kalian hari ini kita tunda besok, belajar lagi dan kembalilah esok hari”.

Keesokan harinya A dan B kembali mengantri di depan ruangan dosen. Raut wajah A hari ini nampak lebih rileks, semalam ia telah mempersiapkan diri untuk ujian kali ini. Mereka harus menjawab tiga pertanyaan dengan poin yang berbeda, dan sepertinya A dan B tidak begitu kesulitan kali ini, walaupun tidak sebaik nilai B yang memperoleh nilai 90, A juga mampu mencapai nilai 75, diakhir ujian dosen (D) mereka berkata:

(D) : Baiklah kalian sudah mampu ujian dengan baik hari ini, A dapat nilai 75 dan B nilainya 90 tapi saya diskon 50% jadi nilai B tinggal 45.

(B) : Hahh kenapa bisa Pak? Kenapa nilai saya dipotong? Saya tidak terima Pak, saya belajar tiga hari untuk ujian kali ini dan semua pertanyaan bisa saya jawab dengan benar, kenapa bisa nilai saya di potong?!!

Si B nampak protes mengingat usahanya tak sebanding dengan hasilnya, Si A juga heran kenapa bisa nilai B di potong, padahal sejak kemarin B sangat siap menghadapi ujian kali ini. Sangat jelas jika B belajar keras untuk ujian ini. Dengan suara berlahan dosennya berkata:

(D) : apa anda berdua tau bahwa sejak kemarin saya memperhatikan kalian. Saya belum lupa jika kemarin A meminta jawaban padamu kan?! Dan kau memberinya jawaban, apa benar begitu?!

(B): Eh..hmm anu iya Pak, itu.. saya..saya kasihan padanya (sambil melirik A yang tertunduk diam).

(D): Ya, tapi apakah kalian lupa jika sejak awal saya sudah katakan bahwa tidak boleh ada kecurangan dalam ujian ini, jika Anda membantunya saat ujian dia yang seharusnya TIDAK LULUS menjadi LULUS karena Anda. Coba perhatikan hari ini si A ini bukannya tidak mampu, dia hanya tidak belajar kemarin, buktinya hari ini dia mampu memperoleh nilai 75 tanpa bantuan Anda kan?! Anda protes karena hasil yang Anda peroleh tidak sesuai dengan usaha Anda. Anda keberatan jika nilai Anda 45 tapi kemampuan Anda 90 tetapi kenapa Anda tidak keberatan membantu teman Anda yang harusnya nilainya tidak lulus menjadi lulus. Intinya Anda protes ketika usaha keras Anda tak sesuai hasil yang Anda peroleh, tapi diwaktu yang sama Anda melakukan ketidakadilan ini pada teman Anda?! Jadi, tolong jawab pertanyaan saya, apa saya boleh memotong nilai Anda dari 90 menjadi 45 ?

(B): (matanya panas berair.. entah mengapa kata-kata dosennya kali ini membuat air matanya mengalir dipelupuk matanya) sambil tertunduk dia mengangguk..iya Pak saya terima Pak, tidak apa-apa jika nilai saya dipotong…

Kedua Mahasiswa ini terdiam, tertunduk tak bisa bicara, suasana hening beberapa detik, hanya sesekali isak tangisan B yang terdengar. Akhirnya dosen mereka berkata: “baiklah, nilai kalian tidak akan saya potong, semoga kalian belajar banyak hal dari kejadian ini. Jadi Silahkan keluar!”

*Terinspirasi dari UAS Semester Ganjil 2012-2013

Tidak ada komentar: