Abstrak
Hartati Bahar. Kondisi sosial budaya berpantang makanan dan implikasinya pada kejadian anemia ibu hamil (Studi kasus pada masyarakat pesisir Wilayah Kerja
Puskesmas Abeli di Kota Kendari) Tahun 2010
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor sosial budaya ibu hamil anemia dalam berpantang makan pada masyarakat pesisir wilayah kerja Puskesmas Abeli di Kota Kendari. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Cara mendapatkan informasi melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dan observasi lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat kepercayaan berpantang makan yang kaya akan zat besi meliputi golongan hewani, nabati, dan gabungan keduanya disamping terdapat juga makanan yang dianjurkan dikonsumsi yang berasal dari golongan nabati. Berpantang makan golongan hewani yakni cumi-cumi, udang, kepiting, gurita, telur bebek dan beberapa jenis ikan. Golongan nabati meliputi daun kelor, rebung, tebu, sayur terong, nangka dan papaya muda serta beberapa jenis buah-buahan. gabungan keduanya berupa mengurangi porsi makan selama hamil dan pantangan makan di waktu-waktu tertentu.
Kesimpulan penelitian ini adalah aspek sosial budaya yang berperan dalam kejadian anemia adalah kepercayaan berpantang makanan tertentu yang kontribusi terhadap kejadian anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Kota Kendari.
Kata kunci : sosial budaya, anemia.
PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian ibu masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit di seluruh agenda (Soekirman 2000 dalam Darlina 2003). Sebagian besar anemia pada ibu hamil adalah anemia karena kekurangan zat besi. Saat ini diperkirakan setiap tahun, sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi (Bappenas, 2007).
Hasil laporan kemajuan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2007 AKI ibu di Indonesia masih mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup, tertinggi di Asia Tenggara dan anemia berkontribusi terhadap kematian ibu mencapai 50 % hingga 70% (Sukowati, 2007).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Depkes, 2008) Sulawesi Tenggara termasuk Provinsi dengan prevalensi anemia sangat tinggi di Indonesia selain Maluku Utara. Survey terakhir di Kota Kendari yang pernah dilakukan saat masih tergabung dengan Kabupaten Kendari tahun 1993 oleh Puslitbang Gizi Bogor bekerjasama dengan Kanwil Depkes Provinsi Sulawesi Tenggara dan diperoleh hasil bahwa prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil 62,5%. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Abeli Tahun 2009 menunjukkan prevalensi anemia besi pada ibu hamil masih diatas cut of point anemia yaitu 44,3% (Rahman, 2009). Padahal daerah Abeli merupakan daerah pesisir dan sebahagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan (Profil Kecamatan Abeli, 2009).
Pada masyarakat pesisir di Kecamatan Abeli, konsep anemia ditandai dengan keadaan pucat dengan gejala pusing, lemah/kurang bergairah. Penyebab anemia menurut mereka karena ibu hamil kerja berat dan malas makan. Dianggap sesuatu hal yang wajar sebagai konsekuensi dari setiap kehamilan dan berusaha diatasi sendiri berdasarkan pengalaman dari generasi sebelumnya yaitu cukup dengan mengurut-urut kepala ibu sambil banyak beristirahat. Namun, apabila keadaannya tidak mengalami perubahan, dilanjutkan mencari pertolongan ke dukun dengan jampi-jampi tertentu atau ke tenaga kesehatan.
Walaupun seorang wanita dianggap sehat dan kehamilannya sendiri merupakan hal yang wajar, namun dalam banyak kebudayaan kondisi hamil itu dianggap menempatkan wanita dalam kondisi khusus yang bisa pula mendatangkan bahaya bagi dirinya atau bagi bayi dalam kandungannya. Secara umum adalah lazim adanya kepercayaan-kepercayaan tertentu menyangkut ibu hamil dan anak yang dikandungnya, sehingga bagi ibu hamil dikenakan banyak keharusan atau larangan tertentu yang berlaku secara turun temurun.
Dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya (Kalangi, 1994). Berdasarkan hal tersebut, pembahasan mengenai kontribusi faktor sosial budaya ibu hamil terhadap kejadian anemia merupakan faktor menarik untuk dikaji khususnya di wilayah kerja Puskesmas Abeli sebagai daerah pesisir yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
METODE
Penelitian ini menggunakan ”metode kualitatif” dengan pendekatan studi kasus. Esensi dari penelitian ini adalah mencoba mendapatkan gambaran peran aspek sosial budaya pada pola ibu hamil dalam konsumsi zat besi dan kepercayaan berpantang terhadap makanan tertentu yang berkaitan dengan anemia. Triangulasi metode pengumpulan data adalah focus group discussion (FGD), wawancara mendalam dan observasi terhadap informan sebagai fakta untuk memperkuat analisis.
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purpossive sampling dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih dianggap dapat memberikan informasi secara mendalam tentang perilaku ibu hamil yang berkaitan dengan pola konsumsi makanan tertentu yang berkaitan dengan kejadian anemia .
Peneliti melakukan FGD dan wawancara mendalam secara langsung dengan menggunakan panduan yang telah disusun sebelumnya. Peserta FGD terdiri atas dua kelompok pada dua kelurahan dengan jumlah 16 orang. Peserta FGD terdiri atas ibu hamil, dukun beranak, kader kesehatan, tokoh masyarakat dan bidan desa.
Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan yang sebelumnya ikut dalam FGD dan juga informan yang sebelumnya tidak mengikuti FGD untuk menggali lebih jauh informasi seputar perilaku ibu hamil dalam pola konsumsi makanan makanan tertentu. Hasil diskusi dan wawancara dicatat dan direkam dengan menggunakan tape recorder.
HASIL
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makanan yang dipantang oleh ibu hamil selama masa kehamilan terdiri atas golongan hewani, golongan nabati dan gabungan dari keduanya (golongan nabati dan hewani).
Makanan yang dipantang ibu hamil dari golongan hewani adalah cumi-cumi, gurita, kepiting, daging, kepiting dan udang yang baru ganti kulit, ikan pari, ikan yang tidak memiliki lidah, ikan yang memiliki banyak duri (terundungan) dan telur bebek. Kepercayaan berpantang makan ini didasarkan atas hubungan asosiatif antara bahan makanan tersebut menurut bentuk atau sifatnya dengan akibat buruk yang akan ditimbulkan bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil berpantang makan cumi-cumi sebab cumi-cumi berjalan maju mundur diasosiasikan dengan proses melahirkan yang sulit di pintu lahir, bayi akan menyulitkan persalinan dengan maju mundur pada saat proses kelahiran.
Kepiting dilarang karena dikhawatirkan anak akan nakal dan suka menggigit jika besar. Gurita dilarang sebab bersifat lembek diasosiasikan dengan bayi yang juga akan lemah fisiknya seperti gurita. Kepiting dan udang yang baru ganti kulit dilarang sebab bertekstur lembek tidak bertulang diasosiasikan dengan anak yang juga akan lemah tak bertulang jika lahir, begitu juga dengan ikan pari dipantang karena memiliki tulang lembut dipercayai akan menyebabkan bayi juga bertulang lembut, daging dipantang karena dikhawatirkan ibu akan kesulitan melahirkan jika bayinya terlalu sehat, ikan yang bemiliki banyak duri (terundungan) dilarang karena akan menyebabkan perasaan ibu hamil tidak enak dan menimbulkan rasa panas selama kehamilan, telur bebek dipantang karena akan menyulitkan persalinan.
Makanan yang dipantang oleh ibu hamil dari golongan nabati adalah mangga macan, durian, nenas, nangka, sayur rebung, pisang kembar, daun kelor, nangka muda, kelapa muda, pepaya muda, terong dan tebu.
Ibu hamil berpantang makan mangga macan, durian, nenas, dan nangka karena dianggap bersifat panas dikaitkan dengan keyakinan dikotomi panas dingin. Ibu hamil dianggap dalam kondisi dingin sehingga tidak boleh makan makanan yang sifatnya panas sebab dapat menyebabkan keguguran kandungan pada umur kehamilan muda. Kelapa muda dipantang pada awal kehamilan karena dapat mengakibatkan keguguran, rebung dilarang karena dikhawatirkan akan menyebabkan anak memiliki banyak bulu/rambut jika lahir, pisang kembar dipantang diasosiasikan anak juga akan kembar jika lahir, daun kelor dilarang karena mengandung getah yang pedis yang akan menyebabkan rasa sakit dalam proses kelahiran dikenal dengan sebutan “getah kelor”, juga karena daun kelor yang berakar diasosiasikan dengan ari-ari bayi yang juga akan berakar.
Ibu hamil berpantang mengkonsumsi nangka muda karena nangka muda juga memiliki getah yang akan menyebabkan rasa sakit dalam proses kelahiran. Pepaya muda dipantang karena dapat menyebabkan gatal-gatal pada ibu hamil dan bayi yang ada didalam kandungan. Terong dilarang karena juga dapat mengakibatkan gatal-gatal pada ibu dan bayinya. Tebu dilarang karena akan menyebabkan rasa sakit karena ibu akan mengeluarkan banyak air mendahului proses kelahiran diasosiasikan dengan tebu yang juga mengandung banyak air.
Berpantang makan dari golongan hewani dan nabati berupa: mengurangi porsi makan (kuantitas), pantangan makan sembunyi-sembunyi, dan pantangan makan di waktu-waktu tertentu. Berpantang makan dipiring besar juga disertai tidak boleh makan dengan beberapa piring.
Makan dipiring besar diasosiasikan dengan bayi yang juga akan memiliki ari-ari yang besar dan dapat menyulitkan persalinan. Makan dipiring terpisah diyakini akan mengakibatkan proses melahirkan akan tersendat-sendat. Makan sembunyi-sembunyi saat hamil di yakini akan menyulitkan persalinan dengan keluarnya feses pada saat melahirkan. Makan diwaktu magrib dipantang sebab waktu magrib diasosiasikan dengan waktu keluarnya makhluk halus yang dapat membahayakan kehamilan.
Informasi yang diperoleh dari salah satu tokoh masyarakat (HS, 71 tahun) mengenai pantangan dan larangan selama kehamilan, larangan-larangan dan pemali-pemali banyak ditemui pada suku Bugis, Buton dan Bajo. Khusus pada suku Tolaki kepercayaan dan pantangan-pantangan tersebut sudah jarang ditemukan bahkan tidak ada. Hal ini juga di dukung dengan hasil observasi kepada salah satu ibu hamil dari Suku Tolaki (ER, 32 tahun) yang menyatakan bahwa selama hamil dari anak pertama hingga anak ketiga tidak ada pantangan makan dan pemali yang dianut dan dilaksanakannya.
PEMBAHASAN
Penyebab anemia dalam kehamilan sebenarnya merupakan rangkaian masalah sejak seorang wanita lahir sampai dengan tuanya. Di dalam proses daur hidup ini kehamilan bisa menjadi sebuah tahapan yang menjadi akibat dari proses sebelumnya. Seorang ibu hamil umumnya mengalami anemia, bukan saja karena kehamilannya, tetapi karena anemia yang dibawa sejak usia reproduktif.
Secara umum sebagaimana dinyatakan oleh Adrina dkk (1998) dalam Zaluchu (2007), adalah lazim adanya kepercayaan-kepercayaan tertentu, menyangkut ibu hamil dan anak yang dikandungnya, sehingga bagi ibu hamil dikenakan banyak keharusan atau larangan tertentu baik yang berhubungan dengan makanan yang boleh atau tidak dikonsumsi termasuk perbuatan yang dianjurkan maupun yang dipantang selama kehamilan.
Masyarakat dimanapun di dunia memiliki kategori-kategori tentang makananan yang dikenalnya dalam lingkungan yang didasarkan atas konsepsi budaya. Dalam kategori makanan itu, bahan-bahan makanan yang dikategorikan sebagai makanan juga termasuk pemahaman tentang makna secara budaya cara mengkonsumsinya maupun kelompok yang mengkonsumsinya.
Kategori makanan bagi wanita hamil berkenaan dengan pandangan budaya tentang makanan yang dianggap baik sehingga harus dikonsumsi maupun yang dianggap dapat memberikan dampak buruk bagi dirinya dan bayi dalam kandungannya sehingga harus dihindari. Makanan yang dianggap baik digolongkan sebagai makanan yang dianjurkan dan makanan yang memberikan dampak buruk digolongkan sebagai makanan yang dipantang.
Makanan pantang adalah bahan makanan yang tidak boleh dimakan oleh ibu hamil dalam masyarakat karena alasan-alasan yang bersifat budaya. Ibu berpantang makan karena sedang mengalami keadaan khusus yaitu kehamilan dan karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan tertentu terhadap bahan makanan tersebut. Kepercayaan ini diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin akan rasional dari alasan-alasan memantang makanan yang bersangkutan dan sekedar mematuhi tradisi setempat.
Aspek sosial budaya yang tercermin pada pengetahuan dan tindakan berpantang makan pada ibu hamil di Kecamatan Abeli terbentuk secara turun-temurun. Pengetahuan ini merupakan bentukan warisan leluhur yang nampak secara tertutup sebagai norma dan nilai yang yakini kebenarannya (covert behavior) juga nampak juga sebagai perilaku dapat diamati dalam bentuk tindakan (overt behavior) yang tercermin pada ketidakmauan ibu hamil dalam mengkonsumsi makanan yang dianggap dapat membahayakan janin dalam kandungannya sekalipun jenis-jenis makanan tersebut banyak terdapat di Wilayah Abeli.
Di Abeli kebiasaan berpantang ini pada dasarnya juga dihubungkan dengan kepatuhan terhadap orang tua, dukun dan kerabat. Bila tidak melaksanakan pantangan atau melanggarnya maka dianggap membangkang dan tidak patuh terhadap orang tua, dapat mendatangkan akibat yang diasosiasikan dengan bentuk dan sifat dari bahan makanan yang dipantang.
Memperhatikan banyaknya variasi makanan yang dipantang diatas, jenis makanan dipantang yang hampir ditemukan pada semua segmen informan adalah cumi-cumi, gurita, kepiting, kepiting dan udang yang baru ganti kulit, ikan yang tidak memiliki lidah, ikan pari, ikan yang memiliki banyak duri (terundungan), mengurangi porsi makan selama hamil, durian, nangka, nenas, dan daun kelor. Sedangkan jenis makanan lainnya jarang ditemukan pada segmen informan.
Jenis ikan dan lauk yang dipantang oleh ibu hamil di Kecamatan Abeli seperti cumi-cumi, gurita, kepiting, kepiting dan udang yang baru ganti kulit, ikan yang tidak memiliki lidah, ikan pari, ikan yang memiliki banyak duri (terundungan) banyak ditemukan di daerah ini mengingat wilayah Kecamatan Abeli merupakan wilayah pesisir yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan. Hal ini juga didukung dengan hasil observasi pada jalan raya utama di sepanjang Kecamatan Abeli banyak terdapat penjual bahan makanan golongan hewani ini. Selanjutnya pantangan dari golongan nabati seperti nenas, nangka, durian tidak selalu ada atau bermusim. Berbeda dengan pohon pisang dan pohon kelor yang banyak tumbuh dan dijumpai di Kecamatan Abeli. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan ditemukan banyak pohon kelor ditanam disekitar pemukiman warga bahkan ada sebagian warga menjadikan pohon kelor sebagai tanaman pagar di halaman rumah mereka.
Jenis makanan yang banyak dipantang dari golongan hewani (cumi, gurita, golongan ikan) termasuk makanan yang mengandung zat besi golongan hem yaitu zat besi yang berasal dari haemoglobin dan mioglobin. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6% (Arief, 2008). Sedang jenis makanan yang banyak dipantang dari golongan nabati seperti daun kelor yang kaya akan zat besi juga beberapa jenis buah yang kaya akan berbagai jenis vitamin yang dibutuhkan untuk membantu penyerapan zat besi didalam tubuh.
Buah pisang mengandung cukup banyak vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C serta memberikan sumbangan mineral cukup berarti seperti kalsium, fosfor, dan zat besi. Buah nenas kaya akan vitamin C yang termasuk kategori unggul, nangka mengandung vitamin C dan vitamin B kompleks juga mengandung mineral esensial yang dibutuhkan tubuh seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium. Durian mengandung vitamin A dan vitamin C, sedangkan vitamin yang banyak terdapat pada mangga adalah vitamin A, vitamin C dan vitamin B kompleks (Astawan, 2009).
Jenis-jenis vitamin tersebut khususnya vitamin A dan vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat penyerapan Fe di dalam usus dan memindahkannya ke dalam darah, juga terlibat dalam mobilisasi simpanan Fe terutama hemosiderin dalam limpa (Under 1992 dalam Musni 2009). Beberapa hasil penelitian juga memperkuat hal ini yakni hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2009) menyimpulkan bahwa pemberian vitamin C dan vitamin A secara bersamaan berpengaruh pada suplementasi besi folat terhadap kadar hemoglobin ibu hamil anemia di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.
Telur ayam adalah kapsul alami yang kaya gizi yaitu zat besi, fosfor, kalsium, sodium dan magnesium. Sumber gizi telur lebih banyak pada kuning telurnya dibandingkan dengan yang berwarna putih. Zat besi dan vitamin A telur sebagian besar bahkan seluruhnya terkosentrasi pada kuning telur (Khomzan 2004 dalam Musni 2009) sehingga berpantang telur selama hamil merugikan kesehatan.
Kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan cukup besar pengaruhnya pada kehamilan dan masalah gizi. Pantangan makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentu akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Menurut Subowo (2008) penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Penelitian oleh Idrus (1998) pada suku Bajo yang ada di Kabupaten Kendari, terdapat pantangan bagi wanita hamil yakni tidak boleh mengambil makanan dari periuk dengan tangannya, tidak boleh makan dengan menggunakan piring yang besar, dan dilarang makan sayur yang terbuat dari daun kelor. Sebahagian besar pantangan-pantangan ini masih diyakini dan dilaksanakan oleh ibu hamil Suku Bajo yang bermukim di wilayah pesisir Kecamatan Abeli.
Selain itu konsep asosiasi dengan bentuk sifat dari bahan makanan yang dipantang merupakan cerminan dari rasa altruisme seorang ibu terhadap anaknya. Altruisme ini tercermin sebagai perhatian terhadap kesejahteraan jabang bayi yang dikandung tanpa memperhatikan diri sendiri, bagi sebahagian orang tua perilaku ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan untuk menunjukkan rasa sayang kepada janin (calon anak) yang akan dilahirkan tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan yang akan didapatkan.
Sumber pengetahuan berpantang makanan ini berlangsung secara turun temurun yang kebanyakan berasal dari mereka yang dianggap panutan, semisal orang tua atau dukun. Apa yang mereka sebut sebagai ”pengetahuan” itu sebenarnya bukan merupakan pengetahuan yang dipelajari, namun yang didapatkan dalam daur kehidupan sebagai pewarisan kebudayaan mereka. Khusus di Kecamatan Abeli pemeliharaan kesehatan dan cara-cara penanggulangan masalah kehamilan dilakukan dengan menghindari pantangan-pantangan yang diyakini oleh masyarakat dan didasarkan atas sistem kepercayaan yang berlaku secara turun-temurun sebagai pewarisan kebudayaan.
Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan melalui enkulturasi dan sosialisasi. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem nilai, norma, adat, dan peraturan hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi dimulai sejak dini, yaitu masa kanak-kanak, bermula dilingkungan keluarga, teman sepermainan, dan masyarakat luas (Herimanto dan Winarno, 2008).
Pantangan atau larangan makan dalam proses kehamilan sangat mempengaruhi kecukupan zat gizi pada ibu hamil, padahal seorang ibu yang sedang hamil seharusnya terpenuhi kecukupan gizinya untuk kepentingan dirinya sendiri dan janin yang sedang dikandungnya. Ibu hamil yang masih secara konsisten berpantang makan banyak ditemukan pada ibu hamil dengan gejala anemia. Selain kebiasaan berpantang makan, ditemukan juga beberapa ibu hamil yang tidak melaksanakan pantangan tersebut. Hal ini dapat dijadikan acuan walaupun masih memerlukan pembuktian lebih lanjut bahwa ibu hamil yang masih konsisten berpantang makan mempunyai kontribusi terhadap kejadian anemia.
Wilayah Abeli sebagian besar adalah wilayah pesisir yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan namun kurang mendayagunakan sumber-sumber hasil laut sebahai bahan konsumsi makanan bernilai gizi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa faktor nilai dan norma dalam sosial budaya yang berkaitan dengan kepercayaan tertentu terhadap makanan mempunyai relasi dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Kecamatan Abeli Kota Kendari Tahun 2010. Perilaku berpantang makan makanan ini meliputi berpantang makan golongan hewani yakni cumi-cumi, udang, kepiting, gurita, telur bebek dan beberapa jenis ikan. Golongan nabati meliputi daun kelor, rebung, tebu, sayur terong, nangka dan papaya muda serta beberapa jenis buah-buahan. gabungan keduanya berupa mengurangi porsi makan selama hamil dan pantangan makan di waktu-waktu tertentu.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan makanan golongan hewani yang banyak terdapat di wilayah pesisir Kecamatan Abeli dikonsumsi oleh ibu hamil karena merupakan bahan pangan sumber utama zat besi dan lebih dari dua kali lebih mudah diserap dibandingkan dengan sumber nabati, begitu juga agar daun kelor yang banyak terdapat di wilayah pesisir Kecamatan abeli beserta sayuran hijau lainnya untuk dikonsumsi oleh ibu hamil karena jenis sayuran tersebut selain mengandung zat besi juga mengandung vitamin yang dapat meningkatkan absorpsi zat besi seperti vitamin C dan vitamin A.
Disarankan pula bagi tenaga kesehatan agar memberikan informasi kepada setiap ibu hamil akan bahaya anemia selama kehamilan kemudian diharapkan lebih mendayagunakan sumber-sumber hasil laut sebahai bahan konsumsi makanan bernilai gizi tinggi dengan pendidikan kesehatan tentang khasiat sumber-sumber makanan laut melalui Posyandu dan melalui media televisi lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Nurhaeni, 2008, Kehamilan dan Kelahiran Sehat, Dian Loka, Yogyakarta.
Astawan Made, 2009, Ensiklopedia Gizi Pangan Untuk Keluarga, Dian Rakyat, Jakarta.
Bappenas, 2007, Rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi 2006– 2010, Jakarta. ISBN 978-979-3764-27-6.
Darlina dan Hardinsyah, 2003, Faktor Risiko Anemia Pada Ibu Hamil di Kota Bogor, Media Gizi dan Keluarga Vol. 27 No.2.
Depkes RI, 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.
Dinkes Sultra, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007.
Dinkes Kota Kendari, 2008. Profil Kesehatan Kota Kendari Tahun 2007.
Dinkes Kota Kendari, 2009. Profil Puskesmas Abeli Tahun 2008
Herimanto dan Winarno, 2008, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Bumi Aksara, Jakarta.
Idrus Muhammad M, 1998, Pengobatan, Kehamilan, Dan Kelahiran Pada Orang Bajo Di Lasolo, Kabupaten Kendari, dalam Meutia F swasono ” Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu Dan Bayi Dalam Konteks Budaya”. UI-Press: Jakarta.
Kalangi Nico S, 2004, Kebudayaan dan Kesehatan; Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosial Budaya, Megapoin, Jakarta.
Rahman, Asdar, 2009. Analisis Determinan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Ibu Hamil Diwilayah Kerja Puskesmas Abeli Kota Kendari, Skripsi IKM Unhalu Kendari.
Subowo Ari, 2008, Kinerja Pembangunan Kesehatan : Tinjauan Disparitas Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak , “DIALOGUE” Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. 5, No. 2 : 155-166
Zaluchu Fotarisman, 2007, Faktor Sosio-psikologi Masyarakat Yang Berhubungan Dengan Anemia Ibu Hamil di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara (11–18), Info Kesehatan Masyarakat Vol. XI, No.1: 11-18, ISSN 1410-6434
5 komentar:
makan kelor....hmm, enak!
iya selain enak juga bernilai gizi tinggi
tapi sayang banyak dipantang khususnya bagi ibu hamil
assalamualaikum...ibu..kami mw mengajukan judul yaitu: TUMOR OTAK
1.BELLA YANI PUTRI (F1D2 09 076)
2.NUR ALFIYANA (F1D2 09 106)
Assalamu alaikum...
Artikel yg bagus, terima kasih atas postingannya. hasil penelitian ini cukup membantu dalam penyusunan tesisKu. mohon maaf artikel ini saya copy dan sy konversi ke PDF.
Alhamdulillah jika bermanfaat, silahkan mba dengan senang hati..syukran telah berkunjung..
Salam
Posting Komentar