Rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan, penyebabnya sering dilemparkan kepada jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat terlalu jauh (baik fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Kita sering melupakan faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit. Pada kenyataannya, didalam masyarakat itu sendiri terdapat beraneka ragam konsep sehat sakit yang tidak sejalan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh provider. Perbedaan tersebut disebabkan karena persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dengan provider (Notoatmodjo, 2007).
Suchman dalam Muzaham (1995) memberikan sekuensi peristiwa medis atas 5 tingkat yaitu :
1. Pengalaman dengan gejala penyakit. Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya dalam keadaan sakit yang ditandai dengan rasa tidak enak dan keadaan itu dianggap membahayakan dirinya.
2. Penilaian terhadap peran sakit. Karena merasa sakit dan memerlukan pengobatan, individu mulai mencari pengakuan dari kelompok acuannya (keluarga, tetangga, teman sekerja) tentang sakitnya itu.
3. Kontak terhadap perawatan medis. Disini, individu mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai pengalamannya atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan dan keyakinan akan kemanjuran sarana tersebut.
4. Jadi pasien, individu memutuskan bahwa dirinya sebagai orang yang sakit dan ingin disembuhkan, harus menggantungkan diri dan pasrah kepada prosedur pengobatan. Dia harus mematuhi perintah orang yang akan menyembuhkan agar kesembuhan itu cepat tercapai.
5. Sembuh atau masa rehabilitasi. Pada saat si sakit memutuskan untuk melepaskan diri dari peranan sebagai orang sakit. Hal ini terjadi karena ia sudah sehat kembali dan berfungsi sebagai sedia kala.
Young membuat model perilaku tentang ”pilihan berobat”, di mana adaptasi lintas budaya yang terdapat dalam model kepercayaan kesehatan (health belief model) digunakan untuk menjelaskan pengambilan keputusan tentang pengobatan. Rumusan Young meliputi empat unsur utama :
1. Daya tarik (gravity), yaitu tingkat keparahan yang dirasakan oleh kelompok referensi individu (anggapan bahwa hal itu ada sebelum jatuh sakit, yakni kesamaan pendapat dalam kelompok tentang berat ringannya tingkat keparahan dari berbagai jenis penyakit).
2. Pengetahuan tentang cara-cara penyembuhan populer (home remedy), yang bersumber pada sistem rujukan awam (yaitu jika cara pengobatan tidak diketahui, atau setelah dicoba ternyata tidak efektif, maka individu akan beralih pada sistem rujukan profesional).
3. Kepercayaan (faith), atau tingkat kepercayaan terhadap keberhasilan dari berbagai pilihan pengobatan (terutama dari penyembuhan tradisional).
4. Kemudahan (accessibility), meliputi biaya dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan.
Kemudian menurut Notoatmodjo (2007) respon seseorang apabila sakit dapat dikategorikan dalam beberapa bagian :
Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action), alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya.
Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama dengan yang pertama tetapi ditambah dengan kepercayaan terhadap diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencaharian pengobatan keluar tidak diperlukan.
Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Untuk masyarakat tertentu pengobatan traditional masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain. Dukun (bermacam-macam dukun) yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada ditengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.
Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang digunakan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol.
Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah dan lembaga swasta yang dikelompokkan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
Keenam, adalah mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine).
next...(Part II)
Daftar Bacaan :
Irwan Zaki, 2003, Perilaku Ibu Hamil Etnis Mandar Terhadap Kejadian Anemia di Kabupaten Majene, PPS Unhas, Makassar.
Machfoedz I dan Suryani E, 2008, Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan, Fitramaya, Yogyakarta
Muzaham Fauzi, 1995, Sosiologi Kesehatan, UI Press, Jakarta
Notoatmodjo Soekidjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo Soekidjo, 2007, Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
Smet Bart, 1994, Psikologi Kesehatan, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar