Besok 12 november 2014 kita memperingati hari kesehatan nasional (HKN). Peringatan ke-50 ini mengusung tema sehat bangsaku, sehat negeriku. Harapan dan impianyang tidak muluk-muluk dalam perjalanan panjang peringatan usia setengah abad peringatan HKN.
SEHAT sebuah jargon yang bagi sebagian orang menyikapinya tidak seserius menyikapi kondisi sakit. Paradigma berbeda menyikapi sehat dan dan sakit, dalam banyak hal pengorbanan besar akan dilakukan ketika sakit untuk menjadi sehat kembali, hal ini tentu berbeda dengan pengorbanan di kala sehat untuk mempertahankan kondisi sehat itu sendiri. Paradigma kita sebagian besar masih berorientasi pada aspek kuratif dan rehabilitatif jikatidak ingin dikatakan mengabaikan aspek promotif dan preventif.
Mari menilik sejenak data kesehatan nasional dalam riskesdas 2013. Data yang dilansir oleh Kementrian Kesehatan tahun lalu ini cukup memberikan potret sekilas peta kesehatan nasional betapa upaya promotif dan preventif masih harus terus diupayakan. Ada beberapa indikator yang mengindikasikan hal ini. Salah satunya adalah masalah gizi dan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).
1.Prevalensi gizi kurang pada balita memberikan trend yang fluktuatif dari 18,4 persentahun 2007, turun menjadi 17,9 persenpada tahun 2010, kemudian meningkat lagi 19,6 persenpada tahun tahun 2013.
2.Peta status gizi balita dimasa lalu (stunting/pendek) masih menjadi masalah serius dengan angka nasional mencapai 37,2 persen.
3.Status imunisasi juga masih dijumpai 32,1 persen balita diimunisasi tetapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot.
4.Posyandu sebagai sarana melakukan pemantauan pada tumbuh kembang balita juga menarik perhatian. Persentase balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir cenderung meningkat dari 25,5 persen (2007), 23,8 persen (2010) menjadi 34,3 persen (2013). Dari data ini kita berasumsi bahwa posyandu masih memiliki banyak tantangan ke depan.
5.Demikian pula dengan ASI Eksklusif,persentase pemberian ASI eksklusif dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan makanan dan minuman selain ASI pada umur 6 bulan hanya mencapai 30,2 persen.
Ini hanya sedikit dari sekian banyak indikator kesehatan masyarakat dalam riskesdas 2013. Banyak indikator lain tetapi indikator sttaus gizi balita penting untuk diangkat mengingat status gizi merupakanfaktor yang berpengaruh pada kualitas SDM. Bagaimana mencetak SDM yang cerdas, kreatif, inovatif dan produktif? sangat ditentukan oleh kualitas status giazi hari ini dan balitasebagai periode penting tumbuh kembang anak jika tidak tertangani dengan baik akan mengurangi kualitas SDM kelak.
Data riskesdas 2013 menunjukkan KIA masih harus menjadi fokus utama pembangunan kesehatan. Usaha penyehatan bangsa di negeri ini masih menempuh jalan panjang, aspek promotif dan preventif harus menjadi garda terdepan, promosi kesehatan masih harus terus digalakkan, pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi tak boleh berhenti.Ini tugas berat, tentu saja! Karena itulah kita ada, itulah sebuah kalimat yang selalu ada pada hampir setiap postingan di sebuah milis PERSAKMI. Kalimat sederhana tetapi *inspiring_SKM !! Be a miracle: Sehat Bangsaku, Sehat Negeriku!!
Pustaka: Data Riskesdas 2013
*Latepost
Jika kehidupan adalah perjalanan yang berujung, maka menulis akan mengabadikan kehidupan...
Rabu, 19 November 2014
Aksara Kesedihan
Kesedihan...
Kau boleh punya beragam wajah..
Tapi aku bisa memolesmu dengan senyum merekah..
Kesedihan..
Kau boleh punya banyak cerita..
Tapi aku berharap episodenya berujung bahagia..
Kesedihan...
Kau boleh saja mengundang lara...
Pertanda relung terdalam masih berasa..
Kesedihan..
Kau boleh saja menyisakan duka..
Bukan berarti tak akan sirna...
Kesedihan..
Kau tak akan mendekapku lama..
Karena kasih sayang-Nya begitu nyata..
"Ya Allah...Rahmat-Mu aku harapkan...janganlah Engkau serahkan segala urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata...perbaikilah segala urusanku... tiada Ilah yang berhak disembah selain Engkau...”(HR Abu Dawud)
Kau boleh punya beragam wajah..
Tapi aku bisa memolesmu dengan senyum merekah..
Kesedihan..
Kau boleh punya banyak cerita..
Tapi aku berharap episodenya berujung bahagia..
Kesedihan...
Kau boleh saja mengundang lara...
Pertanda relung terdalam masih berasa..
Kesedihan..
Kau boleh saja menyisakan duka..
Bukan berarti tak akan sirna...
Kesedihan..
Kau tak akan mendekapku lama..
Karena kasih sayang-Nya begitu nyata..
"Ya Allah...Rahmat-Mu aku harapkan...janganlah Engkau serahkan segala urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata...perbaikilah segala urusanku... tiada Ilah yang berhak disembah selain Engkau...”(HR Abu Dawud)
Pendidik Utama (Part 1)
Apalah artinya ilmu jika hanya menjadi buah bibir dan tumpukan lembaran kertas bertulis teori-teori indah di atas meja. Apalah artinya ilmu jika hanya menjadi pemuas dahaga intelektual akal tanpa aktualisasi nyata. Apalah artinya ilmu jika hanya menjadi lambang kearifan dan status sosial nan penuh kepalsuan.
Aku, kamu dan dia sungguh jengah dengan potret pendidikan hari ini. Di semua tingkatan pendidikan kita, tengoklah apa yang terjadi pada anak usia dini, air mata belum kering menyaksikan predator seksual melakukan tindakan biadab pada anak-anak itu. Truma membekas hebat pada jiwa-jiwa suci tak berdosa http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/13/1500242/Seto.Korban.Pencabulan.di.JIS.Alami.Trauma.karena.Tindakan.Asusila. Tengoklah pendidikan dasar, betapa mereka begitu tega melakukan kekerasan dan pengoroyokan menganiaya teman sebaya tanpa belas kasihan http://m.tempo.co/read/news/2014/10/13/058613861/Kasus-SD-Bukittinggi-Tim-Pencari-Fakta-DiturunkanTengoklah pendidikan menengah metapa mereka begitu lincah merekam adegan dewasa dengan menjadi aktor dan artisnya sendiri http://www.tribunnews.com/regional/2014/10/23/video-mesum-siswi-smp-diunggah-ke-situs-youtubeTengoklah pendidikan atas, remaja dan dunianya tak mau kalah dengan potret buramnya, kekerasan (tawuran), free seks, aborsi menghiasi warna warni pemberitaan tentang mereka di media sehari-hari http://health.liputan6.com/read/2062737/sepertiga-kasus-aborsi-dilakukan-siswi-sma. Cukup!!! Kita hanya perlu membuka google dan menemukan seabrek data dan fakta yang demikian.
Semua prihatin, lembaga pendidikan menjadi sorotan, pilar utama pendidikan guru dan tenaga pendidik lainnya menjadi sorotan. Guru di tanganmu peradaban besar akan di torehkan jika keberhasilan mentransfer ilmu dan pengetahuan berhasil melekat kuat pada anak didikmu. Ilmu ini akan berbuah indah andai apa yang diajarkan dan tertanam kuat dalam diri-diri mereka, tidak hanya di bibir, singgah di otak, tapi hingga ke hati dan berpengaruh pada perilaku mereka.
Tapi tunggu, benarkah keberhasilan pendidikan hanya ada ditangan para guru? Hmm mari merenungkan kembali bukankah sejak lama telah tertoreh bahwa pendidik pertama dan utama itu adalah ibu? Perempuan dengan gelar kemuliaan "ibu" telah terukir fungsi dan peranan utamanya sebagai pendidik utama. Peranan besar dan penting ini disadari betul oleh R.A. Kartini tokoh legendaris yang mengutarakannya dalam sebuah surat kepada Prof. Anton dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Ibu benarlah kemuliaanmu terletak pada keberhasilan mendidik generasi, dengan berbekal ilmu seorang ibu wajib memiliki kemampuan sebagai pendidik utama, sebagai orang terdekat karakter ibu akan mengalir pada anak-anaknya. Ibu...bahkan sejak awal abad ke 19 seorang perempuan Indonesia telah menoreh dalam tatanan sejarah bahwa perempuan berpendidikan wajib tercerdaskan dengan memiliki satu tujuan agar mereka mampu melaksanakan fungsi dan kewajiban utamanya. Sebagai pendidik dan madrasah pertama. Rusaknya perempuan bisa menjadi barometer rusaknya masyarakat, ahh sejak dulu qoutes ini sangat familiar. Kita tentu tak berbeda pendapat.
Pertanyaannya apakah kini peranan dan fungsi sebagai pendidik utama ini sdh terlaksana dengan baik? Jika tidak mungkin ini jawaban untuk semua permasalahan diatas. Mari me-reposisi kembali peranan ibu sebagai pendidik pertama dan utama dalam masyarakat.*bersambung....
Aku, kamu dan dia sungguh jengah dengan potret pendidikan hari ini. Di semua tingkatan pendidikan kita, tengoklah apa yang terjadi pada anak usia dini, air mata belum kering menyaksikan predator seksual melakukan tindakan biadab pada anak-anak itu. Truma membekas hebat pada jiwa-jiwa suci tak berdosa http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/13/1500242/Seto.Korban.Pencabulan.di.JIS.Alami.Trauma.karena.Tindakan.Asusila. Tengoklah pendidikan dasar, betapa mereka begitu tega melakukan kekerasan dan pengoroyokan menganiaya teman sebaya tanpa belas kasihan http://m.tempo.co/read/news/2014/10/13/058613861/Kasus-SD-Bukittinggi-Tim-Pencari-Fakta-DiturunkanTengoklah pendidikan menengah metapa mereka begitu lincah merekam adegan dewasa dengan menjadi aktor dan artisnya sendiri http://www.tribunnews.com/regional/2014/10/23/video-mesum-siswi-smp-diunggah-ke-situs-youtubeTengoklah pendidikan atas, remaja dan dunianya tak mau kalah dengan potret buramnya, kekerasan (tawuran), free seks, aborsi menghiasi warna warni pemberitaan tentang mereka di media sehari-hari http://health.liputan6.com/read/2062737/sepertiga-kasus-aborsi-dilakukan-siswi-sma. Cukup!!! Kita hanya perlu membuka google dan menemukan seabrek data dan fakta yang demikian.
Semua prihatin, lembaga pendidikan menjadi sorotan, pilar utama pendidikan guru dan tenaga pendidik lainnya menjadi sorotan. Guru di tanganmu peradaban besar akan di torehkan jika keberhasilan mentransfer ilmu dan pengetahuan berhasil melekat kuat pada anak didikmu. Ilmu ini akan berbuah indah andai apa yang diajarkan dan tertanam kuat dalam diri-diri mereka, tidak hanya di bibir, singgah di otak, tapi hingga ke hati dan berpengaruh pada perilaku mereka.
Tapi tunggu, benarkah keberhasilan pendidikan hanya ada ditangan para guru? Hmm mari merenungkan kembali bukankah sejak lama telah tertoreh bahwa pendidik pertama dan utama itu adalah ibu? Perempuan dengan gelar kemuliaan "ibu" telah terukir fungsi dan peranan utamanya sebagai pendidik utama. Peranan besar dan penting ini disadari betul oleh R.A. Kartini tokoh legendaris yang mengutarakannya dalam sebuah surat kepada Prof. Anton dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Ibu benarlah kemuliaanmu terletak pada keberhasilan mendidik generasi, dengan berbekal ilmu seorang ibu wajib memiliki kemampuan sebagai pendidik utama, sebagai orang terdekat karakter ibu akan mengalir pada anak-anaknya. Ibu...bahkan sejak awal abad ke 19 seorang perempuan Indonesia telah menoreh dalam tatanan sejarah bahwa perempuan berpendidikan wajib tercerdaskan dengan memiliki satu tujuan agar mereka mampu melaksanakan fungsi dan kewajiban utamanya. Sebagai pendidik dan madrasah pertama. Rusaknya perempuan bisa menjadi barometer rusaknya masyarakat, ahh sejak dulu qoutes ini sangat familiar. Kita tentu tak berbeda pendapat.
Pertanyaannya apakah kini peranan dan fungsi sebagai pendidik utama ini sdh terlaksana dengan baik? Jika tidak mungkin ini jawaban untuk semua permasalahan diatas. Mari me-reposisi kembali peranan ibu sebagai pendidik pertama dan utama dalam masyarakat.*bersambung....
Langganan:
Postingan (Atom)